Batik Day a.k.a. Hari Batik Nasional is a national observance celebrated in Indonesia on October 2nd each year. The day is dedicated to celebrating the rich cultural heritage and artistry of batik, which is a traditional Indonesian fabric that is created using a wax-resistant dyeing technique. Batik has a long history in Indonesia and holds significant cultural and artistic importance.
On Batik Day, people across Indonesia, including government officials, students, and the general population, including yours truly, often wear batik clothing to celebrate the cultural significance of this traditional art form.
Batik Day was officially designated as a national day in 2009, recognising the importance of batik as an integral part of Indonesia’s cultural heritage. This celebration not only honours the craftsmanship and creativity of batik artisans but also fosters a sense of national pride and unity in Indonesia.
Question: Why do I collect batik designed with the stylisation of birds, instead of other animals? Anwer: Ravenclaw
Kopi Timor, terkenal dengan kualitasnya yang luar biasa, memiliki sejarah yang kaya di Timor-Leste, yang juga dikenal sebagai Timor Timur. Budidaya kopi di Timor-Leste dimulai selama era kolonial Portugis pada abad ke-18. Kopi diperkenalkan ke pulau ini oleh Portugis dan segera menjadi tanaman bernilai tinggi. Namun, selama Perang Dunia II, Timor mengalami pergolakan, dengan Jepang menduduki pulau tersebut dan menghancurkan sebagian besar perkebunan kopi.
Setelah perang, produksi kopi dilanjutkan, dan pada tahun 1970-an, Timor-Leste meraih kemerdekaan dari Portugal. Namun, pergolakan politik terjadi ketika negara ini menghadapi perjuangan panjang untuk kebebasan. Di tengah latar belakang ini, produksi kopi menghadapi banyak tantangan, termasuk konflik, ketidakstabilan ekonomi, dan akses terbatas ke pasar internasional.
Pada awal tahun 2000-an, Timor-Leste kembali stabil, dan upaya dilakukan untuk menghidupkan kembali dan memperkuat industri kopi. Pemerintah, bersama dengan organisasi internasional dan LSM, memberikan dukungan kepada petani kecil, mempromosikan praktik berkelanjutan, meningkatkan infrastruktur, dan memfasilitasi akses ke pasar internasional.
Kopi Timor-Leste sebagian besar ditanam di daerah pegunungan negara ini, dengan memanfaatkan tanah vulkanik yang subur, ketinggian yang tinggi, dan iklim yang menguntungkan. Dua varietas utama yang dibudidayakan adalah Arabika dan Robusta, dengan Arabika menjadi yang paling dominan.
Profil rasa unik dari kopi Timor timbul dari kombinasi faktor-faktor ini: biji Arabika berkualitas tinggi, ditanam di bawah naungan hutan tropis, dan metode pengolahan tradisional. Petani sering menggunakan praktik organik, menghindari pupuk dan pestisida sintetis, sehingga menghasilkan kopi yang dipuji karena kelembutan, tubuh sedang, dan rasa ringan yang sedikit beraroma buah.
Industri kopi di Timor-Leste terutama didorong oleh petani kecil yang bekerja secara kolektif melalui koperasi. Koperasi ini memberikan platform bagi petani untuk mengumpulkan sumber daya, berbagi pengetahuan, dan secara kolektif memasarkan kopi mereka. Inisiatif perdagangan adil juga telah berperan dalam mendukung para petani dengan menjamin harga yang adil dan mempromosikan keberlanjutan.
Kopi Timor telah mendapatkan pengakuan global karena cita rasanya yang khas dan dampak sosialnya. Ia telah menjadi sumber kebanggaan bagi negara ini, melambangkan ketahanan, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Saat ini, Timor-Leste terus berfokus pada meningkatkan kualitas dan keberlanjutan industri kopi, memungkinkan petani untuk meningkatkan penghidupan mereka dan berkontribusi pada pertumbuhan negara.
Waktu aku masih jadi Chairman of the IEEE Indonesia Section, sempat ada usulan dari anggota Advisory Board (yang dalam konteks Indonesia berarti mantan ketua IEEE Indonesia Section) tentang Israel. Saat itu, IEEE Indonesia Section tengah sangat gencar melakukan eksplorasi untuk menjadi host atas IEEE international conferences, baik yang skala region (Region 10 Asia Pacific) maupun kemudian level dunia.
Hal yang sering jadi issue adalah soal imigrasi. Banyak peserta konferensi dari negara Asia mengalami kesulitan mengurus visa masuk Indonesia, seperti dari negara Iran dan Pakistan. Beberapa anggota komite sempat menyebut bahwa filtering untuk beberapa negara memang lebih ketat. Salah satu alasannya adalah kekhawatiran Indonesia dijadikan jembatan untuk mencari jalan untuk migrasi ke Australia. Namun warganegara Pakistan yang sudah di Australia pun masih lebih sulit masuk ke Indonesia. Kadang ketua konferensi, atau bahkan ketua IEEE Indonesia Section, harus menulis surat jaminan pribadi ke Kedutaan dan Kantor Imigrasi.
Soalan lain adalah warga dari entitas ilegal zionis yang menduduki Palestina (yang demi kesederhanaan teks akan kita sebut sebagai Israel tanpa tanda petik). Kebijakan yang bijak dari Pemerintah Indonesia untuk selalu menolak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel dianggap jadi penghambat. Kami Excom IEEE Indonesia Section diminta mencari cara untuk memungkinkan dipermudahnya pemegang paspor Israel untuk memasuki Indonesia.
Secara pragmatis, waktu itu aku sampaikan bahwa banyak pemegang paspor Israel sebenarnya memiliki kewarganegaraan ganda, merangkap jadi warga negara Eropa, AS, Kanada, bahkan Singapura. Andaipun mereka hanya punya paspor Israel saja, mereka sangat dipermudah membuat paspor di negara lain. Jadi tidak ada perlunya kita mendorong pemerintah Indonesia memperlunak sikap pada pemegang paspor Israel. Kita tetap menerima mereka dengan tangan dan hati terbuka.
Salah satu anggota senior di Advisory Board kemudian menyampaikan bahwa persoalannya bukan bisa lewat jalan samping, tetapi secara politis Indonesia dianggap tidak ramah pada Israel, dan posisi ini menyulitkan Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah berbagai konferensi internasional.
Atas statement itu, aku saat itu memberikan jawaban bahwa jika persyaratan tertulis atau tak tertulis untuk jadi host adalah harus memberikan rekomendasi atau saran kepada pemerintah Indonesia untuk memperlunak sikap kepada Israel, aku memilih tidak akan mengajukan IEEE Indonesia Section sebagai host — setidaknya selama aku jadi ketua.
Aku rasa, sikap yang sudah diambil Bapak Bangsa kita, untuk melihat perspektif geopolitis global secara lebih cerdas dan mengedepankan perikemanusiaan dan perikeadilan, masih relevan hingga kini, masih jadi kebijakan Pemerintah Indonesia yang patut didukung, dan sudah menjadi bagian dari perspektif pribadi dalam negosiasi global.
Melengkapi expertise yang memanjang dari jaringan broadband, platform dan infrastuktur digital, kompleksitas dan ekosistem ekonomi, hingga strategi bisnis berbasis ekosistem, dan seterusnya, aku akhirnya terjebur ke pengembangan bisnis berbasis ekosistem sosioekonomis, termasuk UMKM, pertanian, dll.
Untuk pertanian, tugas ini belum sampai satu bulan aku pegang, tapi telah membawaku menjumpai PMO Kopi Nusantara. Sebuah workshop diselenggarakan di Rancabali, di tengah perkebunan teh milik PTPN VIII, di tepi Situ Patengang. Cuaca sejuk menarik, dan menggoda untuk mengawali dengan segelas kopi lokal dari Bandung Selatan.
PMO Kopi Nusantara dibentuk Kementerian BUMN di awal 2022, beranggotakan BUMN, industri, asosiasi, dan lembaga penelitian berkait pengembangan agriculture kopi nasional. Selain berisi pembinaan atas petani kopi, PMO juga menjalin sinergi antara industri dan petani, serta memperbaiki rantai pasok kopi nasional. Telkom berperan dalam PMO ini melalui pemanfaatan platform Agree. Piloting PMO diselenggarakan di empat provinsi, yaitu Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
Industri kopi merupakan industri yang sangat penting bagi Indonesia, baik dari segi ekonomi maupun budaya. Indonesia dikenal sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, dengan produksi kopi mencapai sekitar 650 kiloton per tahun. Kontribusi industri kopi terhadap perekonomian Indonesia mencapai ±1.25% total PDB.
Kopi juga merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Ekspor kopi Indonesia mencapai ±400 kiloton per tahun, dengan nilai ±US$ 1.1 miliar.
Kopi memiliki nilai penting bagi Indonesia dari segi ekonomi maupun budaya. Pengembangannya harus dilaksanakan secara sinergistik dengan memanfaatkan strategi berbasis ekosistem yang memberikan value maksimal, terutama untuk para petani kopi.
Sebenarnya, telah cukup banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan efek konsumsi kopi dan kafein terhadap risiko serangan jantung dan stroke. Hasil dari berbagai penelitian itu cukup bervariasi: ada penelitian yang menunjukkan bahwa konsumsi kopi atau kafein yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, sementara penelitian lain menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan, atau bahkan terdapat efek positif bagi kesehatan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan kafein yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, yang dapat berkontribusi pada peningkatan risiko serangan jantung dan stroke. Namun, penelitian lain telah menunjukkan bahwa konsumsi kopi tingkat menengah (yaitu sekitar 3-4 cangkir per hari) dapat memberikan efek perlindungan terhadap penyakit jantung dan stroke, yang mungkin diakibatnya adanya antioksidan dan senyawa anti peradangan dalam kopi.
Secara umum, meskipun bukti tidak sepenuhnya jelas, konsumsi kopi skala menengah saja dianggap aman untuk kebanyakan orang, dan bahkan dapat memiliki beberapa manfaat kesehatan. Namun, mereka yang memiliki gejala gangguan jantung atau tekanan darah tinggi harus sangat berhati-hati dengan asupan kafein mereka.
Computer Science Doctorate Program of Binus University invited me to provide an Industrial Talk for their PhD-level students. I offer them a talk on the evolution of economy and technology towards the era of complexity.
The day for the lecture was December 2nd. But since I was in Bandung that day, the lecture was carried out as a zoominar. The moderator was Dr Agung Trisetyarso; and the sponsor was surely Dr Ford Lumban Gaol, the Vice Chair of Binus University Doctorate Program in Computer Science.
I started the talk by introducing the IEEE TEMS — Technology & Engineering Management Society, where I am currently a member of its Regional Leadership Subcommittee. TEMS aims to help IEEE members to maintain essential engineering management skills, support the leadership career path of IEEE members, and foster active knowledge transfer between the academic and practicing communities.
The lecture continued by exploring the digital transformation in the contexts of digital strategy, digital architecture, and its innovative business model, which inevitably drive global business into ecosystem-based collaborative business (Warner & Wäger 2019) with its platform-based value chain (Jacobides, Cennamo, Gawer 2018) and virtually-connected strategic collaborative network (Graça & Camarinha-Matos 2016). After discussing the methods in architecting business ecosystems, the lecture shifted to business ecosystem as paradigm shift (Cha 2020). I figured that it means that business ecosystems are considered as another inevitability in a more complex business environment — even for non-digital business.
Ecosystem players — i.e. business entities related to the ecosystems — may have different needs, goals, positions, and abilities. When interactions occur, members analyse, adapt, and form an evolutionary process. Adaptabilities within a business ecosystem shows that a business ecosystem is a system that has the characteristics of a complex adaptive system (CAS).
Adaptability in CAS occurs both to environmental changes and to changes in relation among players in the system (Arthur et al. 1997). Simultaneous and continuous adaptability among players in CAS will result in co-evolution (Gomes & Gubareva 2020). This co-evolution also allows changing roles in the business ecosystem. The result of this collective activity is adaptability that creates new things (emergence) with dynamic congruence.
But this is not a deep exploration on ecosystem business and CAS. Instead, this talk aims to provide some insights on the aspects of complexity, where CAS and ecosystem business are only some examples of its parts. I then restarted with a storytelling of the exploration of complexities, starting from Murray Gell-Mann, his book The Quark and The Jaguar, and the establishment of Santa Fe Institute.
The scientific method is the portmanteau of instruments, formalisms, and experimental practices that succeed in discovering basic mechanisms despite the limitations of individual intelligence. There are, however, on this planet, phenomena that are hidden in plain sight. These are the phenomena that we study as complex systems: the convoluted exhibitions of the adaptive world — from cells to societies. Examples of these complex systems include cities, economies, civilizations, the nervous system, the Internet, and ecosystems.
The nature of complexity would include the phenomena of non-linearity, dynamic interactions, adaptation, self-organisation, evolution, and emergence.
Its consequences in economy and business, is that economy is analysed not necessarily in equilibrium, its decision makers (or agents) are not superrational, the problems they face are not necessarily well-defined, and the economy is not as a perfectly humming machine but as an ever-changing ecology of beliefs, organising principles, and behaviours (Arthur 2021).
We continued from WB Arthur (2021): Complexity economics assumes that agents differ, that they have imperfect information about other agents and must, therefore, try to make sense of the situation they face. Agents explore, react and constantly change their actions and strategies in response to the outcome they mutually create. The resulting outcome may not be in equilibrium and may display patterns and emergent phenomena not visible to equilibrium analysis. The economy becomes something not given and existing but constantly forming from a developing set of actions, strategies and beliefs — something not mechanistic, static, timeless and perfect but organic, always creating itself, alive and full of messy vitality.
So my main message is that a competitive business should not avoid or overcome complexities. Instead, complexities are used or even created as a way to open new opportunities, design new capabilities, and conquering new markets.
For its implication in strategic management, I offer a view from the IEEE to use — in this era — a framework called strategic planning for exponential era (SPX). I explored this framework quite deeply. It is taken from an IEEE book authored by Espindola and Wright (2021), titled The Exponential Era: Strategies to Stay Ahead of the Curve in an Era of Chaotic Changes and Disruptive Forces.
My presentation was followed with a warm discussion with Binus’ lecturers and students on some technological and business aspects of complexity, complex adaptive system, and ecosystem-based business, including its current implementation in Telkom Indonesia. I also offered to continue the discussion using a collaborative framework of IEEE TEMS.
Sering kita harus memilih antara kopi robusta dan kopi arabika. Secara umum, perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
Rasa: Kopi Arabika dikenal memiliki rasa yang lebih halus dan lembut dengan sedikit rasa asam dan buah-buahan. Sedangkan kopi Robusta memiliki rasa yang lebih pahit dan kasar.
Tempat Tumbuh: Kopi Arabika tumbuh di daerah dataran tinggi (di atas 1000m dari permukaan laut) dengan suhu yang sejuk dan banyak hujan. Sedangkan kopi Robusta tumbuh di daerah dataran rendah dengan suhu yang lebih panas dan banyak sinar matahari.
Kadar Kafein: Kandungan kafein dalam kopi Robusta lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika. Kopi Robusta mengandung sekitar 2,7% kafein, sementara kopi Arabika hanya sekitar 1,5%.
Harga: Kopi Arabika cenderung memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan kopi Robusta karena lebih sulit untuk ditanam dan membutuhkan perawatan yang lebih intensif.
Terdapat juga beberapa jenis kopi lain selain Robusta dan Arabica, meski kurang dikenal dan ditanam. Beberapa di antaranya:
Liberica: Juga dikenal sebagai Coffea Liberica, jenis kopi ini tumbuh terutama di Afrika Barat dan Tengah. Ini memiliki rasa berasap yang unik dengan nada buah dan bunga.
Excelsa: Coffea Excelsa adalah spesies kopi lain yang kurang dikenal yang tumbuh di Asia Tenggara. Ini memiliki rasa buah yang asam dengan sedikit bumbu dan sering digunakan sebagai campuran dengan varietas kopi lainnya.
Maragogype: Kopi ini merupakan mutasi alami dari kopi Arabika dan terkenal dengan bijinya yang besar dan bulat. Ini memiliki rasa yang halus dan pedas dan ditanam terutama di Amerika Tengah dan Selatan.
Geisha: Jenis kopi ini ditanam terutama di Panama dan semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena profil rasa yang unik, yang digambarkan sebagai bunga, seperti teh, dan kompleks.
Bourbon: Coffea Bourbon adalah varietas kopi Arabika yang ditanam terutama di Amerika Tengah dan Selatan. Ini memiliki rasa buah yang manis dengan nada cokelat dan sering digunakan dalam campuran espresso.
Sementara kopi Robusta dan Arabika sejauh ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam dan dikonsumsi, varietas lain ini menawarkan profil rasa yang unik dan menarik yang dapat diapresiasi oleh para pecinta kopi.
Gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) edisi Agustus 2022 dilaksanakan di Provinsi Papua, dengan campaign manager Kemkominfo. Seperti tahun 2021 lalu, Kemkominfo menggelar aktivitas pembinaan UMKM sebelum menyelenggarakan acara perayaan (a.k.a. harvesting). Peran Telkom — selain tentu saja menyediakan infrastruktur, platform, dan layanan digital berkualitas terbaik di dunia (xixixi) — adalah membina para UMKM.
Ini tentu memang bagian dari strategi perusahaan untuk mengembangkan strategi bisnis berbasis ekosistem yang berfokus pada pengembangan ekonomi masyarakat, sesuai panggilan Clayton Christensen dalam The Prosperity Paradox.
Part 2: Kickoff
Kickoff dilaksanakan 14 Juli 2022. Team Telkom tiba di Jayapura 13 Juli 2022 dan mengawali kegiatan dengan koordinasi dengan BRI sebagai pengelola pembinaan UMKM Jayapura (via Rumah BUMN Jayapura). Kegiatan pembinaan telah berlangsung rutin, dan kami memastikan bahwa komersialisasi B2B melalui Padi UMKM telah dijalankan di Jayapura. UMKM binaan RB Jayapura ini diundang juga dalam kickoff BBI Papua.
Kickoff dilaksanakan dalam bentuk digitalk yang menghadirkan PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online). Hadir juga perwakilan UMKM dan komunitas pengembangan UMKM.
Part 3: Merauke
Kegiatan pembinaan UMKM berikutnya dilaksanakan di kota Merauke. Team Telkom mendarat di Merauke (dengan Garuda Jakarta–Jayapura–Merauke) pada 3 Agustus 2022. Kegiatan di hari itu meliputi kunjungan ke Rumah BUMN Merauke yang dikelola oleh Telkom.
Kegiatan pelatihan digelar di Coreine Hotel, dengan konten komersialisasi dengan (sekaligus onboarding di) Padi UMKM, serta pendanaan UMKM yang menghadirkan Pimpinan Cabang Pegadaian Merauke. Kegiatan memakan waktu hampir sehari penuh karena minat yang tinggi dari para UMKM.
Kominfo juga menyelenggarakan Digitalk di Merauke yang menghadirkan Wakil Bupati Merauke, ditambah PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online) — jadi semacam reuni.
Usai Digitalk, kami menyempatkan diri meninjau perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini: titik KM0 dari Merauke ke Sabang, kalau kita ikuti arah bumi berputar. Tempatnya di Sota.
Sempat berbincang juga dengan beberapa warga Papua Nugini di balik pagar perbatasan. Anak-anak kecil PNG ini lucu-lucu tapi bandel. Gitu lah.
Part 4: Harvesting
Acara puncak Gernas BBI Papua dilaksanakan tanggal 24 Agustus 2022. Dari Telkom, hadir GM Witel Papua (Pak Agus Widhiarsana) dan team dari RMU, Corcom, dan Synergy; serta tentu dari Telkomsel (GM: Pak Agus Sugiarto). Selain memastikan kelancaran kegiatan (incl infrastruktur) dan turut merayakan kolaborasi pembinaan UMKM, kami juga mengkampanyekan virtual expo.
Pemerintah diwakili Kemkominfo (Deputi Koordinasi Parekraf Kemkomarves, Bapak Odo Manuhutu), Kemkominfo, Kemdagri, etc. Selain BI dan Telkom, brand pendukung lain kini hadir secara onsite juga. Demo virtual expo dilakukan oleh perwakilan dari kementerian-kementerian, dipandu PIC dari Telkom. UMKM yang hadir meliputi UMKM binaan Telkom dan komunitas pembina UMKM lain (incl BI, Pemprov, Pemkab, Dekranas etc).
Intinya, kegiatan-kegiatan di Papua ini sukses, berjalan dengan baik; dan tentu saja memerlukan komitmen, kapabilitas, dan kolaborasi untuk tindak lanjut secara kontinyu.
Lalu kita lanjutkan pekerjaan lain seraya menanti rembang petang saat matahari terbenam; di tepi Teluk Cendrawasih, Jayapura.
Grinder ini sudah makin berumur. Dulu aku grinding 14 detik saja untuk menyiapkan bubuk untuk diproses dengan Mokka. Tapi kini diperlukan sekitar 20 detik grinding. Aroma kopi yang sangat akrab dan nyaman mengisi ruang. Sekilas terasa ada nuansa aroma coklat dan rempah-rempah pasar, seperti saat kita berjalan di pasar tradisional di Jawa. Inilah Robusta Temanggung.
Temanggung merupakan kawasan pegunungan di Jawa Tengah. Ketinggiannya memungkinkan penanaman kopi arabika. Namun di kawasan ini banyak ditanam juga kopi robusta, khususnya di lokasi yang relatif lebih rendah: Pringsut, Kranggan, Kaloran, Kandangan, Jumo, Gemawang, Candiroto, Bejen Wonoboyo. Sejarah kopi di Temanggung lebih banyak bercerita tentang penanaman di kebun-kebun kopi rakyat, alih-alih berupa perkebunan besar. Juga terdapat kebun kopi yang dikelola sebagai bagian dari kompleks biara katolik di Rawaseneng.
Robusta temanggung memiliki corak rasa berbeda dengan kebanyakan robusta lain. Rasa pahitnya pekat namun balance, dengan nuansa aroma rempah yang menenangkan. Keunikan ini mendorong banyak pembeli di mancanegara mencari kopi jenis ini.