Indonesia adalah penghasil dan pengekspor dan eksportir kopi terbesar keempat di dunia, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Pada tahun 2022/23, produksi Indonesia meningkat sebanyak 2,4% menjadi 12 juta karung. Satu karung memiliki berat 60kg kopi. Pada awal tahun kopi 2022/23, fenomena cuaca La Niña diramalkan berdampak negatif secara signifikan pada produksi, dengan curah hujan yang tinggi terjadi selama dan setelah periode kopi berbunga. Namun ternyata terjadi kenaikan produksi pada tahun ini, yang disebabkan ekspansi perkebunan kopi sebanyak 71.000 hektar pada periode 2018–2022.
Pada periode 2023/24, produksi kopi Indonesia diperkirakan mencapai 9.7 juta karung, yang menunjukkan penurunan 18%. Penurunan ini terutama disebabkan hujan deras yang mengganggu tahap perkembangan buah kopi. Dari jumlah ini, produksi kopi Arabika diperkirakan mencapai 1.3 juta karung, turun dari 1.35 juta karung tahun sebelumnya; sementara kopi Robusta diproyeksikan mengalami penurunan 20% dari tahun sebelumnya, menjadi sekitar 8.4 juta karung.
Ekspor biji kopi hijau Indonesia diperkirakan mengalami penurunan 32% menjadi 5.2 juta karung pada tahun 2023/24, dibandingkan dengan 7.7 juta karung tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh pasokan ekspor yang lebih rendah. Konsumsi domestik diperkirakan mencapai 4.79 juta karung pada tahun 2023/24, menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini disebabkan oleh permintaan yang terus berlanjut dari ritel dan layanan makanan karena pulihnya ekonomi pasca pandemi.
Sebagai catatan atas konsumsi domestik, sebelumnya konsumsi kopi domestik masih rendah, karena masyarakat Indonesia lebih memilih teh daripada kopi. Namun kini kopi semakin populer, didorong munculnya perubahan pola konsumsi generasi muda yang suka kopi populer, serta suka bersosialisasi ke kafe (dibandingkan negara lain yang bersosialisasi ke tempat beralkohol).
Pada tahun 2022, kafe di Indonesia menghasilkan penjualan US$ 1,9 miliar. Pasar ini diperkirakan akan terus tumbuh dan mencapai nilai US$ 3,8 miliar pada tahun 2026. Dalam beberapa tahun terakhir, kedai kopi lokal telah mengungguli merek global dalam hal kehadiran pasar. Pada tahun 2021, Kopi Janji Jiwa memiliki jumlah outlet terbanyak di antara kedai kopi lain di Indonesia, dengan 920 outlet tersebar di seluruh Indonesia.
BPS baru menerbitkan Statistik Kopi Indonesia 2022 pada bulan November 2023, dengan data yang bersumber dari Survei Perusahaan Perkebunan tahun 2022, data perkebunan rakyat dari Dirjen Perkebunan, serta kompilasi dokumen ekspor dan impor dari Dirjen Bea Cukai.
Produksi kopi Indonesia pada tahun 2022 tercatat 775 ribu ton, atau turun 1.4% dari tahun 2021. Provinsi penghasil kopi terbesar adalah Sumatera Selatan (27%), Lampung (15%), Sumatera Utara (11%), Aceh (9%), Bengkulu (8%), yang semuanya berada di pulau Sumatera. Provinsi lain menghasilkan 31% produksi kopi. Sebagian besar kopi merupakan hasil perkebunan rakyat (771 kiloton); sedangkan perusahaan negara hanya menghasilkan 3 kiloton, dan perusahan swasta 1 kiloton).
Ekspor total kopi 2022 sebesar 438 kiloton dengan nilai US$ 1148 juta. Ekspor terbesar adalah biji Robusta mentah (86%), disusul Arabica mentah 11%, serta kopi lain 2%. Lima negara terbesar pengimpor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat (13%, yaitu US$ 269 juta atau 56 kiloton), India (10%), Mesir (9%), Jerman (8%), Malaysia (6%). Negara-negara lain mengambil porsi 54%.
Namun Indonesia juga mengimpor kopi senilai US$ 18 juta atau 4 kiloton, yang diimpor terutama dari Brazil (45%), Vietnam (33%), Malaysia, Timor Leste, dan Jepang. Secara umum, ekspor Indonesia masih mengalami surplus 433 kiloton.
Luas kebun kopi di Indonesia sebesar 1.3 juta hektar, dan penyebarannya dapat dilihat pada peta di atas. Perbedaan ranking produksi dan luasan lahan menunjukkan perbedaan produktivitas lahan antar provinsi. Produktivitas (kg/ha) terbesar adalah di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi.
Waktu aku masih jadi Chairman of the IEEE Indonesia Section, sempat ada usulan dari anggota Advisory Board (yang dalam konteks Indonesia berarti mantan ketua IEEE Indonesia Section) tentang Israel. Saat itu, IEEE Indonesia Section tengah sangat gencar melakukan eksplorasi untuk menjadi host atas IEEE international conferences, baik yang skala region (Region 10 Asia Pacific) maupun kemudian level dunia.
Hal yang sering jadi issue adalah soal imigrasi. Banyak peserta konferensi dari negara Asia mengalami kesulitan mengurus visa masuk Indonesia, seperti dari negara Iran dan Pakistan. Beberapa anggota komite sempat menyebut bahwa filtering untuk beberapa negara memang lebih ketat. Salah satu alasannya adalah kekhawatiran Indonesia dijadikan jembatan untuk mencari jalan untuk migrasi ke Australia. Namun warganegara Pakistan yang sudah di Australia pun masih lebih sulit masuk ke Indonesia. Kadang ketua konferensi, atau bahkan ketua IEEE Indonesia Section, harus menulis surat jaminan pribadi ke Kedutaan dan Kantor Imigrasi.
Soalan lain adalah warga dari entitas ilegal zionis yang menduduki Palestina (yang demi kesederhanaan teks akan kita sebut sebagai Israel tanpa tanda petik). Kebijakan yang bijak dari Pemerintah Indonesia untuk selalu menolak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel dianggap jadi penghambat. Kami Excom IEEE Indonesia Section diminta mencari cara untuk memungkinkan dipermudahnya pemegang paspor Israel untuk memasuki Indonesia.
Secara pragmatis, waktu itu aku sampaikan bahwa banyak pemegang paspor Israel sebenarnya memiliki kewarganegaraan ganda, merangkap jadi warga negara Eropa, AS, Kanada, bahkan Singapura. Andaipun mereka hanya punya paspor Israel saja, mereka sangat dipermudah membuat paspor di negara lain. Jadi tidak ada perlunya kita mendorong pemerintah Indonesia memperlunak sikap pada pemegang paspor Israel. Kita tetap menerima mereka dengan tangan dan hati terbuka.
Salah satu anggota senior di Advisory Board kemudian menyampaikan bahwa persoalannya bukan bisa lewat jalan samping, tetapi secara politis Indonesia dianggap tidak ramah pada Israel, dan posisi ini menyulitkan Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah berbagai konferensi internasional.
Atas statement itu, aku saat itu memberikan jawaban bahwa jika persyaratan tertulis atau tak tertulis untuk jadi host adalah harus memberikan rekomendasi atau saran kepada pemerintah Indonesia untuk memperlunak sikap kepada Israel, aku memilih tidak akan mengajukan IEEE Indonesia Section sebagai host — setidaknya selama aku jadi ketua.
Aku rasa, sikap yang sudah diambil Bapak Bangsa kita, untuk melihat perspektif geopolitis global secara lebih cerdas dan mengedepankan perikemanusiaan dan perikeadilan, masih relevan hingga kini, masih jadi kebijakan Pemerintah Indonesia yang patut didukung, dan sudah menjadi bagian dari perspektif pribadi dalam negosiasi global.
Melengkapi expertise yang memanjang dari jaringan broadband, platform dan infrastuktur digital, kompleksitas dan ekosistem ekonomi, hingga strategi bisnis berbasis ekosistem, dan seterusnya, aku akhirnya terjebur ke pengembangan bisnis berbasis ekosistem sosioekonomis, termasuk UMKM, pertanian, dll.
Untuk pertanian, tugas ini belum sampai satu bulan aku pegang, tapi telah membawaku menjumpai PMO Kopi Nusantara. Sebuah workshop diselenggarakan di Rancabali, di tengah perkebunan teh milik PTPN VIII, di tepi Situ Patengang. Cuaca sejuk menarik, dan menggoda untuk mengawali dengan segelas kopi lokal dari Bandung Selatan.
PMO Kopi Nusantara dibentuk Kementerian BUMN di awal 2022, beranggotakan BUMN, industri, asosiasi, dan lembaga penelitian berkait pengembangan agriculture kopi nasional. Selain berisi pembinaan atas petani kopi, PMO juga menjalin sinergi antara industri dan petani, serta memperbaiki rantai pasok kopi nasional. Telkom berperan dalam PMO ini melalui pemanfaatan platform Agree. Piloting PMO diselenggarakan di empat provinsi, yaitu Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
Industri kopi merupakan industri yang sangat penting bagi Indonesia, baik dari segi ekonomi maupun budaya. Indonesia dikenal sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, dengan produksi kopi mencapai sekitar 650 kiloton per tahun. Kontribusi industri kopi terhadap perekonomian Indonesia mencapai ±1.25% total PDB.
Kopi juga merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Ekspor kopi Indonesia mencapai ±400 kiloton per tahun, dengan nilai ±US$ 1.1 miliar.
Kopi memiliki nilai penting bagi Indonesia dari segi ekonomi maupun budaya. Pengembangannya harus dilaksanakan secara sinergistik dengan memanfaatkan strategi berbasis ekosistem yang memberikan value maksimal, terutama untuk para petani kopi.
Gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) edisi Agustus 2022 dilaksanakan di Provinsi Papua, dengan campaign manager Kemkominfo. Seperti tahun 2021 lalu, Kemkominfo menggelar aktivitas pembinaan UMKM sebelum menyelenggarakan acara perayaan (a.k.a. harvesting). Peran Telkom — selain tentu saja menyediakan infrastruktur, platform, dan layanan digital berkualitas terbaik di dunia (xixixi) — adalah membina para UMKM.
Ini tentu memang bagian dari strategi perusahaan untuk mengembangkan strategi bisnis berbasis ekosistem yang berfokus pada pengembangan ekonomi masyarakat, sesuai panggilan Clayton Christensen dalam The Prosperity Paradox.
Part 2: Kickoff
Kickoff dilaksanakan 14 Juli 2022. Team Telkom tiba di Jayapura 13 Juli 2022 dan mengawali kegiatan dengan koordinasi dengan BRI sebagai pengelola pembinaan UMKM Jayapura (via Rumah BUMN Jayapura). Kegiatan pembinaan telah berlangsung rutin, dan kami memastikan bahwa komersialisasi B2B melalui Padi UMKM telah dijalankan di Jayapura. UMKM binaan RB Jayapura ini diundang juga dalam kickoff BBI Papua.
Part 3: Merauke
Kegiatan pembinaan UMKM berikutnya dilaksanakan di kota Merauke. Team Telkom mendarat di Merauke (dengan Garuda Jakarta–Jayapura–Merauke) pada 3 Agustus 2022. Kegiatan di hari itu meliputi kunjungan ke Rumah BUMN Merauke yang dikelola oleh Telkom.
Kegiatan pelatihan digelar di Coreine Hotel, dengan konten komersialisasi dengan (sekaligus onboarding di) Padi UMKM, serta pendanaan UMKM yang menghadirkan Pimpinan Cabang Pegadaian Merauke. Kegiatan memakan waktu hampir sehari penuh karena minat yang tinggi dari para UMKM.
Kominfo juga menyelenggarakan Digitalk di Merauke yang menghadirkan Wakil Bupati Merauke, ditambah PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online) — jadi semacam reuni.
Usai Digitalk, kami menyempatkan diri meninjau perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini: titik KM0 dari Merauke ke Sabang, kalau kita ikuti arah bumi berputar. Tempatnya di Sota.
Sempat berbincang juga dengan beberapa warga Papua Nugini di balik pagar perbatasan. Anak-anak kecil PNG ini lucu-lucu tapi bandel. Gitu lah.
Part 4: Harvesting
Acara puncak Gernas BBI Papua dilaksanakan tanggal 24 Agustus 2022. Dari Telkom, hadir GM Witel Papua (Pak Agus Widhiarsana) dan team dari RMU, Corcom, dan Synergy; serta tentu dari Telkomsel (GM: Pak Agus Sugiarto). Selain memastikan kelancaran kegiatan (incl infrastruktur) dan turut merayakan kolaborasi pembinaan UMKM, kami juga mengkampanyekan virtual expo.
Pemerintah diwakili Kemkominfo (Deputi Koordinasi Parekraf Kemkomarves, Bapak Odo Manuhutu), Kemkominfo, Kemdagri, etc. Selain BI dan Telkom, brand pendukung lain kini hadir secara onsite juga. Demo virtual expo dilakukan oleh perwakilan dari kementerian-kementerian, dipandu PIC dari Telkom. UMKM yang hadir meliputi UMKM binaan Telkom dan komunitas pembina UMKM lain (incl BI, Pemprov, Pemkab, Dekranas etc).
Intinya, kegiatan-kegiatan di Papua ini sukses, berjalan dengan baik; dan tentu saja memerlukan komitmen, kapabilitas, dan kolaborasi untuk tindak lanjut secara kontinyu.
Lalu kita lanjutkan pekerjaan lain seraya menanti rembang petang saat matahari terbenam; di tepi Teluk Cendrawasih, Jayapura.
Grinder ini sudah makin berumur. Dulu aku grinding 14 detik saja untuk menyiapkan bubuk untuk diproses dengan Mokka. Tapi kini diperlukan sekitar 20 detik grinding. Aroma kopi yang sangat akrab dan nyaman mengisi ruang. Sekilas terasa ada nuansa aroma coklat dan rempah-rempah pasar, seperti saat kita berjalan di pasar tradisional di Jawa. Inilah Robusta Temanggung.
Temanggung merupakan kawasan pegunungan di Jawa Tengah. Ketinggiannya memungkinkan penanaman kopi arabika. Namun di kawasan ini banyak ditanam juga kopi robusta, khususnya di lokasi yang relatif lebih rendah: Pringsut, Kranggan, Kaloran, Kandangan, Jumo, Gemawang, Candiroto, Bejen Wonoboyo. Sejarah kopi di Temanggung lebih banyak bercerita tentang penanaman di kebun-kebun kopi rakyat, alih-alih berupa perkebunan besar. Juga terdapat kebun kopi yang dikelola sebagai bagian dari kompleks biara katolik di Rawaseneng.
Robusta temanggung memiliki corak rasa berbeda dengan kebanyakan robusta lain. Rasa pahitnya pekat namun balance, dengan nuansa aroma rempah yang menenangkan. Keunikan ini mendorong banyak pembeli di mancanegara mencari kopi jenis ini.
Kerajaan Ternate dan Tidore adalah bagian penting dari sejarah Indonesia. Dua kerajaan di dua pulau kecil di barat Pulau Halmahera ini memiliki kekuasaan di nyaris seluruh Indonesia Timur. Ternate menguasai hingga Mindanao, Sulawesi utara dan tenggara, Papua barat, Halmahera utara; sementara Tidore menguasai Halmahera selatan hingga Papua. Bersama Makian dan Moti, wilayah ini dikenal sebagai Moloku Kie Raha (Persatuan Empat Kerajaan) yang kemudian disebut Maluku.
Maluku, bersama dengan berbagai wilayah nusantara lain, terlibat dalam perdagangan internasional sejak awal milenium pertama. Jalan sutra serta perdagangan lintas Samudera India hingga Yaman, ke negeri Syam, lalu ke Eropa, memiliki ujung timur di kepulauan ini, dengan berbagai rempahnya yang mewarnai budaya dunia. Didudukinya Konstantinopel oleh Kekhalifahan Utsmany mendorong bangsa Eropa mencari jalan ke ujung rantai perdagangan ini, dengan Portugal berlayar jauh ke timur dan Spanyol jauh ke barat, hingga mencapai wilayah Maluku. Sempat Ternate bersekutu dengan Portugal, sementara Tidore bersahabat dengan Spanyol — namun akhirnya semuanya jatuh ke penguasaan keji VOC. Di abad ke-21 ini, kita mendapati bahwa wilayah ini, yang kini dipersatukan dalam Provinsi Maluku Utara, memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah dibandingkan banyak wilayah lain di Indonesia.
Aku mendarat dengan GA648 di Sultan Baabullah Airport, Ternate, hari ini pukul 7:45 WIT. Sebetulnya sempat mengharapkan ada waktu untuk diskusi ringkas tentang rencana perluasan program pembinaan UMKM Maluku Utara dengan rekan-rekan Telkom di Ternate dan Halmahera. Telkom telah memiliki UMKM binaan yang produknya dapat diunggulkan, dan aku sudah dapat list-nya dari Bang Lonely Baringin, GM Witel Sulut & Malut — namun seluruh manajemen Telkom di Indonesia bagian Timur sedang menghadiri rakor di Kepulauan Maluku Tengah :).
Sebagai bagian dari misi memperkuat kembali ekonomi wilayah Maluku Utara, khususnya ekonomi UMKM, kami berkunjung ke Ternate dan Sofifi (Ibukota Provinsi Maluku Utara, di Pulau Halmahera). Kementerian Desa PDTT memperoleh tugas sebagai campaign manager Gernas BBI di Maluku Utara, didukung berbagai top brands pendukung BBI, termasuk Telkom. Kegiatan diawali dengan kickoff hari ini, dengan acara puncak bulan September.
Kickoff dilaksanakan di Kantor Gubernur Maluku Utara yang terletak di lereng bukit di Sofifi, Pulau Halmahera. Seluruh rombongan dari Jakarta dan Ternate bertolak dari Pelabuhan Ternate ke Sofifi dengan speed boat dengan waktu ±40 menit.
Kickoff hanya berisi statement tentang visi dan lingkup program, diikuti komitmen para stakeholder program atas aktivitas yang akan dilaksanakan. Sederhana dan efektif. Diskusi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu yang tersisa secara informal; baik dengan Kementerian Desa & PDTT sebagai campaign manager, maupun dengan stakeholder lain.
Robusta Lampung memiliki reputasi mendunia, jadi aku sudah bayangkan kopi ini jadi ikon kebanggaan Lampung. Tapi Shane Sihombing, GM Witel Lampung, mengajak kami melihat kopi unggulan lampung ini secara spesifik di Warkop Waw.
Warkop Waw bukan hanya sekedar warkop. Ismail Komar — seorang jurnalis — dan istrinya — seorang dokter — mengelola usaha produksi kopi, sejak pembinaan petani (yang dimulai dari pemilihan lahan perkebunan), pemilihan biji, pengolahan, roasting, dan seterusnya, hingga distribusi nasional. Komar kurang menyukai bisnis ekspor kopi, karena menurutnya justru kopi terbaik haruslah dikonsumsi di Indonesia dan jadi value bagi masyarakat Indonesia.
Sejarah dan posisi bisnis Komar didorong sejarah hidupnya. Sebagai jurnalis kelas berat, ia terbiasa hidup tak menghiraukan waktu, hingga terkena diabetes dan serangan-serangan sekunder yang tak kalah parah, hingga menjadi mirip mayat hidup bertahun-tahun. Salah dua yang akhirnya menyembuhkannya adalah ketelatenan sang istri yang merawat, serta terapi kopi. Setelah sehat, ia menekuni produksi kopi untuk menyehatkan masyarakat Indonesia.
Komar memilih kopi robusta (tetapi menyediakan kopi arabika juga). Namun robusta ini ditanam pada ketinggian 700 – 1200 mdpl. Biasanya ketinggian di atas 1000 mdpl sudah jadi bagian kopi arabika. Serangan hama karat yang lebih kecil — menurut Komar — mengurangi keharusan tanaman memproduksi zat yang bertujuan melawan penyakit tanaman, sehingga menghasilkan nutrisi yang lebih menyehatkan — termasuk kadar kafeinnya.
Komar dan Bu Dokter menemani kami hampir 2 jam penuh, setelah meninjau kesiapan jaringan dan fasilitas di Pulau Tegal Mas, Lampung. Ia memilih menghidangkan kopi dalam bentuk kopi tubruk. Sari kopi dengan kualitas terbaik — ujar Komar lagi — diperoleh cukup dengan menyerap sari dengan air yang cukup panas. Dengan effort ringan. Bukan dengan tekanan tinggi. Ini mengingatkanku pada produksi minyak zaitun, yang minyak kualitas tertingginya (extra virgin olive oil) justru didapat dengan perasan dengan tekanan yang tidak tinggi. Kualitas yang lebih rendah kemudian diperoleh dengan tekanan lebih tinggi. Sambil tertawa, Komar membenarkan perbandinganku.
Kopi seduhan karyawan Komar ini nyaman sekali. Balance. Tanpa sesuatu rasa apa pun yang mengganggu. Seolah memang diciptakan untuk badan kecilku yang sedang lelah dan kurang prima. Satu kegembiraan setelah cukup banyak hal-hal menarik di Lampung hari itu.
Mesa, Messa, atau Messah — pulau renik antara Pulau Flores dan Pulau Komodo yang dihuni suku Bajo. Pulau ini dihuni ±400 keluarga atau ±2000 penduduk. Suku Bajo memang secara tradisional dikenal sebagai manusia laut, jadi skala hidup mereka menyeberangi batas pulau; dan mereka juga kurang menyukai hidup di pulau besar bersama manusia daratan. Kota Labuan Bajo di Pulau Flores — sebelum jadi tujuan wisata utama seperti kini — sebelumnya adalah pelabuhan tempat masyarakat Flores dan masyakarat nusantara lain bertemu dan berdagang dengan suku Bajo (hence the name).
Pemerintah Indonesia sedang memberi perhatian lebih ke daerah terpencil semacam ini. Maka PLN diminta membangun pembangkit listrik tenaga surya di Messa. Adanya listrik membuka peluang lain. Telkomsel juga membangun eNodeB untuk 4G mobile, dan Telkom siapkan dukungan digital untuk pendidikan. Terdapat satu SMP di pulau itu, dan kami akan menempatkan 20 komputer dengan akses Internet di sana.
Aku belum menyelesaikan sarapan waktu Pak Hery dari CDC Telkom meminta kami berangkat. Sebuah perahu kayu berwarna pirus (hijau turki) tengah dimuati 20 box komputer. Bergegas kami melintasi jarak 10km dari Dermaga Ujung ke Pulau Messa.
Di kapal tidak ada makanan, haha. Tapi kopi manis dan cuaca cerah bikin pikiran cerah dan badan segar. Kemarau panjang membuat pulau di sekitarnya tampak gersang, namun justru menampilkan warna tanah dan batuan nan eksotik. Dan ada awan putih memanjang yang unik.
Hampir pukul 09:00, kami tiba di dermaga Pulau Messa. Tampak belasan anak kecil tertawa riang dan saling mengganggu. Satu per satu kotak komputer kami pindahkan ke dermaga. Dan anak-anak itu langsung lari membawa kotak itu. Kami ikut tertawa. Aku tertinggal di dermaga hanya dengan papan keterangan program yang kami siapkan, dan dua putri cilik. Papan itu pun mereka minta. Aku serahkan sambil bilang: “Tapi saya jangan ditinggal. Saya belum tahu sekolahnya.”
Jadilah aku dikawal dua putri cilik ini menyusuri rumah-rumah kayu bertumpuk-tumpuk yang rapi di jalan kecil yang sangat bersih dan rapi di Pulau Messa ini. Penduduk memberi salam sewajarnya. Sampai di SMP, aku lihat kotak-kotak komputer sudah mulai dibongkar, dan dipasang di meja-meja yang sudah tersedia. Aku istirahat sejenak dengan … kopi lagi. Segar.
Usai komputer, akses Internet, dan aplikasinya terpasang, murid-murid SMP Pulau Messa hadir ke sekolah. Ini hari Minggu, namun mereka hadir dengan seragam lengkap dan antusiasme yang tampak jelas dari mata cerah mereka. Kami mulai bergantian mengajari mereka cara mengoperasikan komputer, menggunakan keyboard dan mouse, memahami menu Windows, serta masuk ke aplikasi Pustaka Digital. Aplikasi Pustaka Digital (PADI) ini bersifat semi-online — hanya perlu online untuk mengunduh dan memperbaharui konten, namun kemudian tidak harus selalu online untuk digunakan oleh user — sehingga hemat pemanfaatan kuota digital.
Di sini keajaiban mulai terjadi. Anak-anak ini, beberapa menit sebelumnya sangat canggung memegang mouse. Lompat ke mana-mana, sampai diangkat ke mana-mana. Tapi setelah masuk aplikasi, mereka mulai asyik melihat materi pelajaran. Satu anak kecil berkerudung mencobai tes bahasa Inggris, yang merupakan gabungan dari kosakata dan tata bahasa. Di pertanyaan pertama, ia ragu akan jawaban yang ia pilih, dan minta aku memeriksa. Aku meminta dia memeriksa sendiri: kenapa dia pilih satu kata dan bukan kata lain. Dia ragu memilih satu jawaban. Dan riang sekali waktu jawabannya benar. Terulang di pertanyaan kedua. Riang lagi waktu dia benar. Dia jadi percaya diri, dan melanjutkan tanya bertanya. Dan, percayalah, semua jawaban dia benar. Score 100% pada percobaan pertama. Pulau unik dengan anak-anak jenius.
Di belakang, kepala sekolah (yang sebelumnya turut menginstalasi dan turut mengajar) berdiri diam melihat anak-anaknya asyik mencobai aplikasi ini. Ia ceritakan bahwa bertahun-tahun dia mengajukan proposal permintaan komputer ke Dinas Pendidikan. Setelah beberapa tahun, ia hanya mendapatkan satu komputer untuk administasi saja. Wajahnya menjadi keras, senada batik biru lengan panjangnya. Lirih ia lanjutkan: “Bapak lihat, dengan komputer-komputer ini, anak-anak ini tidak akan kalah maju dengan anak-anak Jakarta.”
Aku tidak bisa berkata-kata.
Cukup banyak yang bisa dilakukan dengan komputer dan akses mobile. Jadi aku berikan kesempatan pada para siswa untuk menanyakan apa saja. Mereka sungguh cerdas, dan menanyakan tentang berbagai hal, termasuk soal-soal sains. Haha. Di tengah kegiatan ini, kami sempatkan berfoto-foto lagi.
Menjelang sore, Menteri BUMN (waktu itu masih Bu Rini) datang ke Pulau Messa untuk meresmikan PLTS di ujung utara Pulau Messa. Beliau juga menyempatkan diri hadir ke SMP untuk melihat aplikasi pendidikan yang telah dapat digunakan oleh para siswa. Hadir juga para VIP BUMN, termasuk Dirut Telkom.
Setelah para VIP kembali ke Labuan Bajo, Kepala Sekolah mengundang kami makan siang yang terlambat di rumahnya. Kami tak bisa menolak, walaupun matahari mulai tenggelam. Lauk yang disajikan a.l. berbagai jenis ikan, udang, dan satu lobster besar (“Di sini sangat murah. Di Labuan Bajo bisa 500ribu itu,” — yang artinya di Jakarta dll bisa jutaan rupiah).
Perahu kami lepas tambang dari dermaga tepat saat matahari terbenam. Pemandangan yang luar biasa. Lapis mendung di ujung langit memberikan pengalaman matahari terbenam dua kali. Langit bernuansa merah ungu yang elegan.
Namun kemudian langit menjadi gelap, angin menjadi kencang, dan ombak makin liar meninggi. Kapal dan perahu besar yang melintas di kejauhan menambah hempasan ombak liar. Kelelahan, kami tidak sempat becanda lagi. Kopi juga sudah habis. Kami hanya diam, diiringi bunyi mesin perahu, dan kelap-kelip lampu hijau yang jadi penanda hadirnya perahu kami di tepi samudra luas.
Javara didirikan pada tahun 2008, dengan perusahaan bernama PT Kampung Kearifan Indonesia. Di Indonesia, brand Javara telah memiliki reputasi sebagai penyedia produk pertanian yang terkurasi dengan kualitas yang maksimal. Produk yang dikemas dan dipasarkan Javara meliputi produk beras, rempah dan berbagai bumbu, madu, dan kini juga kopi-kopi nasional.
Untuk produk kopi, Javara mengambil pendekatan melalui model konservasi yang mempertimbangkan sustainabilitas dan kelestarian lingkungan. Kebun-kebun kopi milik yang dikelola melalui kemitraan memiliki rupa yang menjadikanya bagian dari hutan hujan, bukan perkebunan yang mengambil alih fungsi hutan.
Kopi Javara ini diperoleh wilayah yang tersebar dari Aceh (Gayo), Batak, Jawa (Ciwidey, Pangalengan, Bandung, Garut), Bali, Flores, Sulawesi Selatan, hingga ke banyak wilayah lainnya.
Seluruh produk Javara dikemas secara profesional dan dipasarkan ke pasar kelas atas di perkotaan serta ke pasar 20 negara. Produknya konon berjumlah hingga 600-an dan melibatkan ribuan petani dan pengrajin industri pangan.