IEEE R10 WiE&Industry Forum

The leading role of the IEEE in advancing global science and technology development is undeniable. Still, outside the circles of scientists and engineers, people are more or less blind about the IEEE activities. Interestingly, since the leadership of Prof. Gamantyo Hendrantoro and Dr. Agnes Irwanti in the IEEE Indonesia Section, the publication of IEEE’s scientific discourse has been more widely disseminated to the general public. For two consecutive years, IEEE Indonesia has brought the IEEE President to Indonesia, featuring discussions broadcasted on television to improve the interest of the Indonesian public.

The IEEE President of 2024, Dr Tom Coughlin, paid a visit to Jakarta this week, accompanied by IEEE R10 Director Prof. Lance Fung, IEEE R10 Director-Elect Prof. Takako Hashimoto, IEEE R10 Women-in-Engineering Committee Chair Dr Agnes Irwanti, IEEE Malaysia Section Chair Dr Bernard Lim, and IEEE Indonesia Section Chair Prof. Gamantyo Hendrantoro. As part of the leadership activities, an IEEE briefing was held on the morning of May 14, followed by a talkshow broadcasted by TVRI.

The theme of the talkshow was “Shaping the Future: Women’s Role in Industry” — featuring prominent leaders from the industry, university, government, and the IEEE organisation in the region. One of them is a dear old friend of mine, Elysabeth Damayanti, the OVP of Cybersecurity at Telkom Indonesia. The talkshow started with an opening speech by Dr Agnes, and some keynote speeches from Ms Mira Tayyiba as the General Secretary of the MCI, and Dr Laksana Tri Handoko as the Head of BRIN — the Indonesian governmental centre for research.

As one of the speaker of the talkshow, I started by mentioning the implications of Complexity Science: that we always recognise the diversity of the systems we are working on, where different fields, agents, participants, are all interconnected, resulting in emergence: new values, greater values, surprising values. It is how the Internet and our digital world proliferates, and how both natural ecosystems and business ecosystems sustain. This perspective naturally supports the idea of inclusivity, as different agents from various demographic groups are considered crucial for the survivability and innovativeness of all the systems we are living in, including, surely and crucially, the role of women. It is a key reason to reduce and close the gender disparity.

The WEF has released the 2023 Global Gender Gap Report, mentioning Indonesia in rank 87th out of 146 countries in gender gap. Low enough, but still ahead of some developed countries in Asia, including Japan, China, and South Korea. Indonesian score was about 68% of the gender gap closed — including the relatively low gap in health quality, medium gap in economic participation, and high gap in political empowerment.

We believe that digital transformation that we are developing now, could and should plunge down the disparity. Currently we carry out the digital transformation in strategic & business level to alleviate the economy of the people from the eastern part to the western part of Indonesia; by developing platform, making some piloting implementation with the government, national industry, and then expand it. We work to to enhance MSME business, agriculture, industry, educations, etc, even to remote islands in Indonesia. It is evident, that digital platforms have provided women and men quite equally with wider access to knowledge, services, market & business opportunities. But the transformation must be carefully-planned and deployed with proper education.

Digitalisation in work processes allow us to provide better empowerment for women. It may bypass many social challenges, encouraging women to reduce the unfortunate judgement that are still existing from the traditional norms. Business transformation allow better inclusions in workplaces and business in general. It is also an opportunity for women to aggregate their commitment, capabilities, and opportunities. Use digital services to maximise collaborations, to work in partnership, to be brave take the leadership of the community, to lead the change, and to support each other both in personal level, organisational level, and cross -industry ecosystem.

That is the one of the key. Another key is diversity & uniqueness. So, women should keep their own identity, personality, and mindsets, to preserve different perspectives & values; while opening their mindset to new cultures, different ways of think.

I spent the rest of the time to listen from the honorary speakers of this event. It is one of the most valuable day for me this year, to learn a lot from the wisdoms presented today. Hopefully the IEEE Indonesia Section will continue this valuable activities more and more in the future.

Diskusi IEEE — Wanita dan Teknologi

Peran utama IEEE dalam memajukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi global tidak dapat disangkal. Namun, di luar kalangan ilmuwan dan insinyur, peran IEEE ini belum banyak dipahami masyarakat. Asyiknya, sejak kepemimpinan Prof. Gamantyo Hendrantoro dan Dr. Agnes Irwanti di IEEE Indonesia Section, publikasi atas diskursus IEEE telah lebih banyak disebarluaskan ke masyarakat umum. Selama dua tahun berturut-turut, IEEE Indonesia telah menghadirkan Presiden IEEE ke Indonesia, menampilkan diskusi yang disiarkan di televisi untuk meningkatkan minat masyarakat Indonesia.

IEEE President 2024, Dr. Tom Coughlin, mengunjungi Jakarta minggu ini, didampingi oleh IEEE R10 Director Prof. Lance Fung, IEEE R10 Director-Elect Prof. Takako Hashimoto, IEEE R10 Women-in-Engineering Committee Chair Dr. Agnes Irwanti, IEEE Malaysia Section Chair Dr. Bernard Lim, dan IEEE Indonesia Section Chair Prof. Gamantyo Hendrantoro. Sebagai bagian dari kegiatan ini, pada tanggal 14 Mei diselenggarakan IEEE briefing, diikuti dengan talkshow yang disiarkan oleh TVRI.

Tema talkshow adalah “Membentuk Masa Depan: Peran Wanita dalam Industri” — menampilkan para pemimpin terkemuka dari industri, universitas, pemerintah, dan organisasi IEEE di kawasan ini. Salah satunya sohib lamaku, Elysabeth Damayanti, OVP Cybersecurity Telkom Indonesia. Talkshow dimulai dengan pembukaan oleh Dr. Agnes, dan beberapa key speeches dari Bu Mira Tayyiba sebagai Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Dr. Laksana Tri Handoko sebagai Kepala BRIN.

Sebagai salah satu pembicara, aku mulai dengan menyebutkan implikasi Complexity Science: bahwa kita selalu mengakui keragaman pada sistem yang kita rancang, dengan bidang ilmu, agen, pemeran, dll yang sangat berbeda namun saling terhubung, dan menghasilkan emergence: hal baru, nilai baru, keunggulan baru, serta hal-hal yang tak teramalkan. Inilah cara Internet dan dunia digital kita berkembang, dan inilah cara ekosistem alam dan ekosistem bisnis bekerja. Perspektif ini mendorong inklusivitas, karena peran yang berbeda dari berbagai kelompok demografis dianggap penting untuk kelangsungan hidup dan inovasi semua sistem yang kita jalani, termasuk peran wanita. Ini adalah alasan utama untuk menurunkan kesenjangan gender.

WEF menebitkan Laporan Kesenjangan Gender Global 2023, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-87 dari 146 negara dalam hal kesenjangan gender. Cukup rendah, tetapi masih di depan beberapa negara maju di Asia, termasuk Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Skor Indonesia sekitar 68% dalam hal pengurangan kesenjangan gender — termasuk kesenjangan yang cukup rendah dalam kualitas kesehatan, kesenjangan sedang dalam partisipasi ekonomi, dan kesenjangan tinggi dalam pemberdayaan politik.

Kita yakin bahwa transformasi digital — yang sedang kita kembangkan bersama — dapat digunakan menurunkan kesenjangan tersebut. Saat ini kita mengembangkan transformasi digital di tingkat strategis & bisnis untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dari bagian timur hingga barat Indonesia; dengan mengembangkan platform, mengimplementasikan percontohan dengan pemerintah, industri nasional, dan kemudian mengembangkannya. Kita bekerja untuk meningkatkan bisnis UMKM, pertanian, industri, pendidikan, dll, bahkan ke pulau-pulau terpencil di Indonesia. Terbukti, bahwa platform digital telah memberikan akses yang lebih luas kepada semua jenis kelamin secara cukup setara terhadap informasi dan pengetahuan, layanan, peluang pasar & bisnis. Namun, transformasi harus direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati, disertai upaya pendidikan yang memadai.

Digitalisasi dalam proses kerja memungkinkan kita memberikan pemberdayaan yang lebih baik bagi perempuan. Ini dapat melewati banyak tantangan sosial, mendorong perempuan untuk mengurangi dampak penilaian negatif yang masih ada dari norma-norma tradisional. Transformasi bisnis memungkinkan inklusi yang lebih baik di tempat kerja dan bisnis pada umumnya. Ini juga merupakan peluang bagi perempuan untuk menggabungkan komitmen, kemampuan, dan peluang mereka. Gunakan layanan digital untuk memaksimalkan kolaborasi, bekerja dalam kemitraan, berani memimpin komunitas, memimpin perubahan, dan saling mendukung baik pada tingkat pribadi, tingkat organisasi, maupun ekosistem lintas industri.

Itulah salah satu kuncinya. Kunci lainnya adalah keragaman & keunikan. Perempuan harus menjaga identitas, kepribadian, dan pola pikir mereka sendiri, untuk mempertahankan perspektif & nilai yang berbeda; sambil membuka pikiran mereka terhadap budaya baru, cara berpikir yang berbeda.

Masih banyak waktu kemudian untuk mendengarkan para pembicara super-keren dalam acara ini. Ini salah satu hari paling berhargaku tahun ini: belajar banyak kebijaksanaan. Mudah-mudahan IEEE Indonesia Section terus melanjutkan kegiatan berharga ini lebih banyak lagi di masa depan.